Monday 23 April 2007

Hari yang Melelahkan


“Oke Ge, kita take lagi. Usahain kali ini lebih serius jadi nggak perlu ngulang sampe berkali – kali.” Arah Salom dengan suara sekencang - kencangnya. Sutradara iklan yang satu ini memang kadang – kadang ngeselin juga apalagi kalau sedang dikejar deadline seperti hari ini. Produser yang mengontrak mereka nggak sabar lagi untuk segera merilisnya ke stasiun teve.

Seluruh kru yang mendengar teriakan Salom mengarahkan pandang pada seorang Pemuda yang sedang duduk melamun didepan background syuting.

Cowok dua puluhan yang dipanggil Gege melengos. “Bentaran kenapa Mas, masih capek nih.” Serunya menyahut. Salom melirik kearahnya sekilas. Nggak senang.

“Ayo dong Ge, lelet banget sih kamu. Jangan bikin aku punya pikiran buat ngegantiin peran kamu ke orang lain sekarang.” Mata Salom menyipit. Disekanya peluh yang hampir jatuh dari dahinya.

Gege ogah – ogahan bangkit. Kalau saja dia boleh memilih, antara bekerja dengan Salom atau orang lain. tentu dia akan memilih bekerja dengan orang lain. Salom tipe orang yang perfecsionis, udah gitu nggak pernah pake nurani saat kerja.

“Baca ulang script – nya terutama adegan 5. kalau belum ngerti tanya sama Mbak Fenti.” Teriak Salom kembali. Kali ini sedikit lebih pelan. Disodorkannya buku script tepat didepan hidung Gege.

Gege meraih buku itu malas. Kalau saja bukan Salom yang memberikannya tentu dia lebih senang untuk merobek dan membuatnya sebagai alas tidur.

“Memangnya kita kerja rodi. Diperes – peres ?” bisik Ron, photographer saat Gege melintas di dekatnya. Gege menggidikan bahu.

“Heeh. Gue kira gue sendiri yang nggak suka.” Tukas Gege kesal.

“Nggak cuman kamu kok Ge. Ph aja kayaknya nggak terlalu suka sama tingkahnya yang arogan banget. Tapi emang sih, iklan dia patut diacungin jempol. Lihat aja kemarin di festival iklan. Empat kategori terbaik, dia yang raih. Sutradara lain lewat. ” Yakin Ron.

“Tapi itu nggak cuman kerja dia doang. Kita – kita ikut andil juga kan Ron.” Celetuk Rena yang tiba – tiba ada diantara mereka.

Ron mengangguk yang diikuti oleh Gege. Bersamaan mereka memandang ke arah Salom. Pria setengah baya dengan kumis tipis melintang itu tempak sedang mengamati komputer yang menayangkan gambar yang sempat mereka ambil beberapa waktu tadi. Tangannya sibuk menunjuk – nunjuk mengarahkan di iringi anggukan kepala Wendi tukang edit.

Tiba – tiba Salom bangkit dan mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. “Ayo, istirahatnya selesai. Kita mulai kerja lagi.” Seru si Sutradara galak, dengan pandangan berkilat.

Plok…..plok….plok….. tepuk tangan Sutradara membangkitkan seluruh kru. Mereka serentak kembali pada pekerjaannya masing – masing.

“Dah Ge tinggal satu adegan lagi. kita selesein hari ini juga. Seperti maunya dia.” Kata Rena yang kali ini dapat peran lawan mainnya Gege. Gadis cantik dan bertubuh sempurna ini segera bangkit. Meneguk soft drinknya sekali lagi dan mulai berbenah untuk pengambilan adegan selanjutnya.

Gaun sutra warna biru langit cocok banget di kulit putih Rena. Apalagi Mbak Keti, sang juru make up seakan tahu make up yang paling sesuai dengan wajah Rena. Seluruh keindahan seolah terefleksikan pada diri Rena.

Gege menarik nafas. Rena begitu sempurna. Kulitnya yang putih dan halus, wajahnya yang merona memerah dengan bibir indah memikat. Puff……….

Tahu sedang menjadi perhatian, Rena jadi salah tingkah. Wajahnya lebih memerah. Diliriknya Gege dengan hati berdebar. Dipandang sedemikian rupa Gege kumat ganjennya. Mengedipkan mata. Rena tersipu malu lalu buru – buru mengalihkan perhatian.

“Ge, kali ini kamu coba lupain deh segala bullshit yang ada dipikiran kamu. Kamu tahu nggak sih, kalau kamu nggak konsen sama adegan itu, aku juga kebawa – bawa.” Ujar Rena.

Rena manyun. “Tuh kan, kamu nggak pernah serius. Come on hunny.” Desak Rena.

“Oke deh. Aku coba tapi aku nggak janji. Hanya demi kau, permaisuriku aku akan mencoba.” Ucap Gege sok romantis. Disedekapkan tangan kanan di depan dadanya dan tangan kiri dibelakang punggung. Lalu membungkuk dan memberi hormat pada Rena. Dasar artis !

Wajah Rena memerah. “Gombal.” Desis Rena. Pura – pura marah. Dalam hati Rena selalu ingin Gege berbuat itu. Konyol, kolokan dan kekanak – kanakan.

Gege meraih sebotol soft drink milik Rena. “Minuman kamu ? Minta ya Ren.”

Rena mendelik melihat minumannya diserobot paksa. “Ye, minta pa maksa ? minum aja semua, gue nggak haus lagi kok.” Katanya sambil ngeloyor pergi.

“Lu jijik ma bekas gue ya Ren.” Teriak Gege kearah Rena. Langkah Rena terhenti dan menatap tajam ke arah Gege.

Gege tersenyum cengengesan. Dimoncongkannya bibirnya seolah – olah hendak mencium Rena. Rena mengangkat bahu dan berlalu.

Ron yang sedari tadi memperhatikan mereka ikut tersenyum. “Ge, marah tuh dia, lu sih klo ngomong nggak pake dipikir. Kejar gih.” Usir Ron melambaikan tangan.

Gege tersenyum acuh. “Biarin aja Ron, paling bentaran dia baikin gue lagi. ngapain juga mesti ngejar. Nggak dikejar juga datang sendiri.”

Ron terbahak. Harus diakui Gege memang penakluk cewek sejati. Semua kriteria cowok idaman semua ada di diri Gege. Dan Ron juga berani bertaruh lima menit lagi Rena bakal datang dan mereka berdamai.

Script kembali beredar. Masing – masing kemudian disibukkan oleh bagian kerjanya. Rena yang harus mengulang kembali adegan karena ketidak seriusan Gege tambah marah. Sebab sejak adegan mulai diulang, Gege tak pernah dapat sekalipun berkonsentrasi. Akhirnya syuting dihentikan. Salom memberi waktu satu jam untuk istirahat. Jika setelah istirahat Gege tak juga dapat konsentrasi, Salom mengancam akan mencari pengganti Gege untuk peran utama dalam iklan itu.

Persoalan akan runyam, sebab sesuai dengan kesepakatan yang telah tertanda tangani. Gege tak hanya tidak berhak atas honornya tapi juga harus membayar denda karena kegagalan syuting dianggap berasal dari diri Gege.

“Aduh Ge. Gue bilang Lu harus konsentrasi. Lu nggak bisa juga. Rileks boy. What’s wrong with you ?” tanya Salom berapi – api. Salom membanting topi kelantai. Dihentakannya kaki kuat – kuat.

Gege menarik nafas. “Maafin Gue lom. Pikiran gue kacau. Nggak tau kenapa ?”

“Itulah boy, gue udah bilang dari semula. Problem Lu di rumah, selesaiin juga dirumah. Jangan Lu bawa – bawa ke sini.” Nasihat Salom gusar.

“Kita break aja dulu Lom. One hour more. Setelah itu Gue janji, nggak bakal bikin Lu kecewa. I’ll give you the best.” Pinta Gege lunglai.

“Allright boy, I give you one more change. Don’t make me disapointed.” Putus Salom sambil melangkah pergi.

“Oke everybody, we break one hour again. Gunakan kesempatan ini sebaik – baiknya. Setengah empat kita kerja lagi.” kali ini teriakan cempreng Ika, ass Sutradara terdengar membahana ke seluruh lokasi syuting.

Terdengan suit – suit panjang dari seluruh lokasi. Juga gumaman tak jelas. Entah senang atau protes dengan istirahat yang baru diputuskan.

Buru – buru Gege melangkah pergi. Namun baru beberapa langkah dia berlalu, sebuah tepukan kecil mendarat di bahunya.

“Ge, Lu kenapa sih. Album nyanyi Lu bentar lagi rilis. Nah iklan Lu ini kan cuma kerjaan sambil lalu. So take easy guys. Nggak usah dipikirin.” Kata Vido tepat di telinga kanan Gege. Gege tersenyum kecut.

“Gue nggak ngerti nih Ge. Yang Lu pikir tu apa ?” tanya Vido kembali. Manager Gege yang kebetulan masih saudara sepupu itu kadang – kadang memang ngeselin. Nggak tahu kenapa, culunnya itu nggak ketulungan, walaupun sekarang dia dah jadi managernya Gege, yang fotomodel, bintang iklan sekaligus penyanyi itu. Mungkin karena usia Vido yang masih muda. Usia Gege dan Vido memang sepantaran. Mungkin hanya terpaut satu atau dua tahun. Tapi soal kedewasaan sepertinya Vido belum punya.

“Gue pengen sendiri Do. Ada banyak yang gue rasain.” Kata Gege lirih. Perasaannya bercampur aduk tak karuan. Gege merasa ada sesuatu yang tak beres dengan dirinya. Hanya saja dia tidak bisa menunjukkan dimana letak ketidak beresan itu.

“Ada apa sih Ge. Lu tiba – tiba jadi misterius amir ?” desak Vido sambil menggaruk – garuk kepalanya yang tak terasa gatal.

“Soal Rena ?”

“Nggak.”

“Gue pikir Lu jadian ma dia.”

“Kepala Lu aja yang ngeres, Lu pikir gue tertarik ma cewek kayak dia. Rena bukan tipe Gue. Lu tahu kan Do ?”

Vido mengernyitkan dahi. “Maksud Lu ?”

“Ya, Lu tahu kan tipe cewek yang gue suka.” Bentak Gege berang. Vido cekikikan.

“Ya iyalah, masa gue lupa. Tipe cewek yang Lu suka.”

Tumben nyambung. Pikir Gege. Disambitnya kepala Gege dengan sepotong ranting yang sejak tadi dipermainkannya. Vido mengelak.

“Lalu apa yang jadi pikiran kamu. Cewek lain ?”

Gege menggeleng sedih. “Itulah Do, gue nggak tahu dimana letak kesalahan itu. Yang pasti bukan soal cewek.”

Vido semakin tak mengerti. Tapi dia paham, kalau kebiasaan Gege yang aneh itu sudah muncul, apa yang harus dia lakukan.

“Ok man. Gue tinggal lu sendirian dulu. Moga – moga aja lu bisa nemuin apa yang jadi masalah lu.” Ditepuknya bahu Gege. Vido meninggalkan Gege seorang diri. Gege memandang kepergian Vido sayu. Seandainya saja ada yang tahu, pandangan mata Gege persis seperti pandangan kucing Tom saat kelaparan. Meongg….

Gege baru saja hendak meletakkan pantatnya di pinggiran kolam ikan ketika tiba – tiba sepasang tangan halus mendekapnya dari belakang.

Gege berpaling. Rena memandang Gege lembut. Gege menarik tangan gadis semampai yang kemudian menjajari duduknya di pinggir kolam.

“Ge, ada apa sih. Kok kamu jadi nggak konsen gini ?” tanya Rena pelan. Emosi Gege terkadang meledak – ledak. Apalagi sejak pagi, Gege selalu sensitif.

“Nggak taulah Ren. Gue ada problem di rumah.”

“Problem ? cowok seperti kamu punya masalah ? ah yang bener Ge ?” tanya Rena mengerutkan dahi.

Nggak ada yang kurang dari diri Gege, setidaknya yang selama ini dia kenal. Gege yang bintang tengah naik daun, tajir, cakep perilakunyapun menyenangkan. Dengan ribuan penggemar, Gege nyaris mendapatkan seluruh impian cowok manapun dibelahan dunia ini. Dan ini yang bikin Rena salut, sepanjang dia mengenal Gege, Rena belum pernah sekalipun dengar atau tahu gosip miring tentang Gege. Tidak seperti bintang dan artis lain. Berita negatif tak pernah sekalipun berani menyentuh sosok cowok itu.

“Bokap gue sakit – sakitan Ren.” Kata Gege pilu. Kesedihan tak bisa disembunyikan dari wajahnya.

Rena trenyuh. Diusap – usapnya punggung Gege perlahan.

“Maaf ya Ge. Tapi Gue ikut sedih. Gue nggak tahu Bokapmu sakit – sakitan. Mungkin Bokap kamu butuh istirahat. Dia terlalu capek.” Nasihat Rena pelan.

“Memangnya Bokap sakit apa ?”

Gege menggeleng. “Sakit gula Ren. Setahun yang lalu Bokap gue udah pensiun kok. Tapi taulah beberapa hari ini kadar gulanya naik terus. Padahal disuruh diet, sulitnya minta ampun.” Keluh Gege.

Rena menghela nafas prihatin. Dia tahu, orang tua seusia Ayah Gege memang kadang – kadang susah diatur.

“Ya, minimal kamu bisa buat hatinya gembira dong Ge. Mungkin dengan begitu dia punya semangat untuk sembuh.”

“Iya juga sih. Beberapa hari yang lalu Bokap gue cerita. Dia bilang pengen liat aku yang anak laki – laki satu – satunya cepet pake toga.” Kata Gege sambil memainkan kakinya didalam air. Karuan saja ikan – ikan berenang kian kemari. Mungkin karena bau kaki Gege yang mirip terasi. Uff….

Rena melempar kerikil ke kolam. Seekor ikan berenang mendekatinya, menyangka yang jatuh adalah makanan dari langit.

“Yah, keinginan bokap kamu nggak salah Ge. Siapa sih yang nggak kepengen anaknya jadi sarjana. Apalagi kamu anak laki – laki satu – satunya.” Ujar Rena setuju.

“Masalahnya sekarang, waktu aku nggak cukup banyak buat kuliah Ren. Lu taukan, gimana repotnya membagi waktu.” Tatap Gege nanar. Ren mengangguk.

“Iya. Kamu juga nggak salah kok. Tapi aku denger universitas empat lima buka program ektensi. Itu tuh yang kuliah malem hari. Kamu coba aja cari informasi gih.” Anjur Rena.

“Iya, gue juga udah denger dari Mita. Dia juga bilang, tahun ini dia mau masuk. Gue sempet mikir juga. Masuk barengan dia atau tahun depan aja.”

“Menurut aku sih. Sebaiknya kamu masuk aja barengan dia jadi Lu bisa nitip – nitip apa gitu, seandainya kamu harus absent.” Himbau Rena.

Mata Gege berbinar. “Makasih ya Ren buat atensi Lu ke gue.” Pandangan mereka bersirobok. Jantung Rena berdegup keras.

Sepanjang hari mereka menjadi lawan main. Memerankan dua orang sahabat tapi baru kali ini pandangan Gege menggetarkan hatinya.

Rena buru – buru mengalihkan pandangan. “Trus album kamu. Kapan rilis ?”

“Mungkin akhir bulan ini. Acara launchingnya di Hard Rock. Lu mau dateng kan Ren ?” tanya Gege. Mata Rena menyipit kemudian tersenyum manis.dan mengangguk kuat – kuat. Untuk Gege apapun akan dia lakukan. “Asal undangannya aja jangan lupa.”

“Buat kamu sepuluh deh.” Gege mengucel rambut Rena pelan. Spontan Rena menampik halus. “Kusyutlah Ge.”

“Maaf.”

Mereka saling pandang dan kemudian tertawa berbarengan. Puff…. Hari yang melelahkan.

**

Ambarawa,

When i was loss everything. i still love u

No comments: