Wednesday 1 August 2007

"Selamat Pagi Jerawat"

Kuhitung kembali tanggal, tahun dan hari undur kebelakang. Empat tahu delapan bulan sebelas hari selebihnya lima jam sembilan menit satu detik dua puluh tiga, dua puluh emp............
Aku menghela nafas panjang, ternyata aku sudah lalui waktu yang sedemikian panjang bersamanya, dengan menggendong erat namanya hingga mengekor kemanapun aku pergi.

be continued .............

Hari ini

Hari ini ..........
Telah kumulai semua dengan baru
Kupijakkan kaki teriring basmalah
Letakkan pondasi hidup Laillaha illallah
dan kusandarkan kepala pada pelukanNya
Lazimnya khilaf terhapus taubat
Nir kesalahan tanpa ampunan
Aku berdoa penuh harap
Setetes embun penenang jiwa
Setitik 'nergi penopang raga
Layaknya biru penanda c'wala
Mohon psembahkan sisa usia
Impikan cinta spanjang masa
Teduh, tegar, setia, syahdu
Mampukah aku menjadi biru ?


S'moga.01-08-07

Wednesday 18 July 2007

OFFICE BOY

Jam wekerku kembali berdering memekakkan telinga. Spontan, kuraih bantal dan kulempar begitu saja. Prakk.......... jam wekerpun jatuh berderai ke lantai. Aku tersenyum puas di antara lorong mimpi dan realita, kembali melaju terlelap melanjutkan mimpi yang terpotong.
Sendok pertama nasi goreng sarapan pagiku hampir saja melewati batas bibirku, aku menelan ludah. Entah dewi fortuna dari mana, Dina - perempuan yang sudah dua tahun kupacari, tiba - tiba datang dan membawakanku nasi goreng kambing istimewa. Aku bahkan belum melihat sosoknya semenjak bangun pagi tadi...........


cont'd

Monday 25 June 2007

Kota Kecil, 28 Pebuari 1986 : 14.00 WIB

Laki – laki separuh baya itu memondong seorang gadis kecil dengan tergesa – gesa menapaki koridor rumah sakit. Kepanikan menyelimuti wajahnya kelam. Berat tubuh gadis kecil itu tak lagi terasa membebani pundaknya, menggayuti langkahnya. Semuanya terasa ringan dan rekas. Yang paling berharga baginya di dunia ini sedang bertarung melawan maut. Gadis kecil itu sejak semalam demam tak surut – surut, wajahnya memucat kuning kehijau – hijauan. Nafasnya sesak dan tersengal – sengal. Beberapa tetangga bahkan sudah meramalkan nyawa gadis itu sudah berada di ubun – ubunnya yang tak beraturan – Dia lahir karena dibetot paksa, Bidan menarik paksa kepalanya hingga kepalanya tak lagi bulat kepala sempurna.

Harapannya tak sia – sia, gadis itu sungguh lahir dengan sempurna persis seperti yang dinginkannya, jam lahir gadis kecilnya tepat seperti kemauannya, hari lahir yang diinginkannya adalah hari terbaik untuk calon putri kecilnya dan ternyata Tuhan mengabulkannya. Dengan penuh semangat laki – laki itu bahkan sudah merencanakan akan mengajak gadis kecil dan keluarga kecilnya pesiar ke suatu tempat yang selama ini hanya berupa angan – angan.

“Mungkinkah anak ini selalu sakit karena mengingatkannya untuk segera memenuhi nadzarnya ?” Pikirannya sibuk bertanya dan menebak – nebak.

Laki – laki itu tak menjawab ketika seorang Perawat menghampirinya menawarkan bantuan untuk memakai kursi roda atau bed jalan. Semua tak lagi menarik perhatiannya, tujuannya hanya satu, ruang ICU di ujung koridor yang sudah dikenalnya. Dia terus memacu langkahnya sudah sejak gadis ini masih berupa tanda, laki – laki itu sudah mempunyai seribu rencana yang disusunnya. Kelak dia akan menyekolahkannya hingga dia tak mampu lagi bekerja dan membiayainya, Dia akan merawatnya dan tak akan dilewatkannya detik dengan kelalaian yang berakibat fatal jika dia tidak menjaganya. Gadis itu batu pualamnya, berharga sangat – sangat berharga melebihi nilai batang lehernya sendiri ataupun nyawanya.

Jantungnya berdetak cepat berlomba dengan detak jantung gadis kecil yang dipondongnya. Bahkan detak jantungnya dua kali lebih cepat dari jantung kecil itu. Sepanjang langkahnya, Laki – laki itu selalu meruntuk panjang pendek, seandainya saja sepeda motornya tidak menabrak tukang becak yang kemudian terpaksa disewanya dan jika saja tukang becak itu lebih mengerti peta Rumah Sakit itu. Laki – laki itu kembali mengeluh, Tukang becak itu benar – benar bodoh dan tolol. Dia menurunkan mereka tepat di depan pintu belakang Rumah Sakit, sedangkan Ruang ICU seharusnya terletak tepat di muka Rumah Sakit. Tapi bukan salah tukang becak itu, seandainya saja dia memperhatikan jalan atau perhatiannya tak sepenuhnya tersita untuk tubuh ringkih dipangkuannya. Laki – laki separuh baya itu mendengus kesal.

“Pak Budi ? Ada apa lagi ?” Seorang Perawat ICU segera mengenali sosoknya. Laki – laki yang dipanggil Pak Budi itu tak menjawab. Dia langsung menuju ke arah bed pasien dan meletakkan gadis kecilnya tergesa.

“Tolong Pak, selamatkan dia, mana Dokter Hardjo ?” Tanya Pak Budi panik. Nada bicaranya yang keras membuat beberapa perawat yang ada di Ruang ICU mendekatinya.

“Sebentar Dokter Hardjo sedang visite. Tolong tunggu sebentar.”

“Saya tak mungkin menunggu, begitu juga anak saya. Tolong Pak panggilkan Dokter Hardjo sekarang juga. Saya tidak mau terjadi sesuatu hal pun pada putri saya.”

“Tenang pak, tenang Dokter Hardjo pasti kemari. Hanya saja..”

Laki – laki itu menggerung menahan amarah tapi akhirnya, “Saya akan menuntut rumah sakit ini jika sampai terjadi sesuatu dengan putri saya. Paham ?” Laki – laki itu tak cuma menggertak, dia mengulurkan lengan tangannya yang hitam kekar dan mengangkat leher Laki – laki perawat itu. Laki – laki perawat yang lain segera menghampirinya.

“Sabar Pak, sabar, Dokter Hardjo sedang menuju kemari. tak ada gunanya menyelesaikan masalah dengan persoalan baru.”

Semua memandang ke arah gadis kecil yang hanya berbalut kulit. Perut buncitnya mengatakan jelas, gadis kecil itu tak sehat. Wajahnya tak lagi merah tapi hijau pucat kekuningan. Nafasnya tersengal – sengal, satu lalu undur kembali dan mulai satu. Seseorang menyeruak dari balik kerumunan. Pak Budi tersenyum lega, juru selamat itu sudah ada didepannya. Sebentar lagi, putri kecilnya akan tersenyum lebar dan kembali bermain sedia kala. Memintanya untuk mendongeng cerita kesukaan dan merengek dibelikan buku petualangan kesayangannya.

Dokter yang usianya tak lebih muda dari Pak Budi itu secepatnya meraih stateskop. Menempelkan ekornya yang bercabang di kedua belah telinganya dengan kepala berada didada gadis kecil itu. Dokter Hardjo merasakan sejenak detak jantung gadis kecil itu dengan jam di tangan kirinya. Dengan aba – aba dia minta seorang perawat mendekatinya.

“Tolong cek hb gadis ini segera.”

Perawat yang disuruh segera pergi dan kembali dengan spuit dan potongan kaca bening. Dengan cekatan diraihnya jari manis gadis itu dan segera aliran darah keluar menetes. Perawat itu meneteskannya di ujung sebuah potongan kaca dan segera membawanya pergi.

Tak ada reaksi dari gadis kecil itu, ketika spuit jarum menusuk jari manisnya pun ketika Dokter Hardjo mulai membuka baju bagian bawahnya. Perutnya yang membuncit seolah mendandakan dia adalah seorang penderita busung lapar parah. Perut itu sangat besar untuk ukuran gadis kecil itu, hingga setiap orang yang melihatnya pertama kalipun pasti dengan mudah akan mengatakan kalau gadis itu menderita cacingan atau penyakit perut yang lain..

“Dia panas ?” Tanya Dokter Hardjo pada Pak Budi.

“Tidak, kemarin katanya dia masih bermain – main. Bahkan tadi pagi dia masih sekolah, tapi dia pingsan saat bermain Dok.”

“Pingsan ?”

“Ya.”

“Dia makan sesuatu ?”

“Tidak, seperti biasanya dia makan empat hingga lima kali sehari. Makannya juga menyenangkan, malah boleh dikatakan lebih banyak dari teman seusianya.”

to be continued ...........

FADE IN :

# 1. EXT. JALAN RAYA – PAGIVE MENGENDARAI SEPEDA MOTOR PENUH MUATAN. JOK BELAKANG KARDUS BERISI BUKU PAKET, DI DEPAN KARDUS BERISI BUNGA POTONG, CARRIER DI PUNGGUNG. HELM STANDAR. JAKET. KAOS TANGAN. SEPATU HITAM

CUT TO :

# 2. EXT. SEKOLAH – PAGI

BERHENTI DI SEKOLAH, MENGAMBIL BUKU DI JOK BELAKANG, MEMBAWANYA. MENYERAHKAN PADA PETUGAS DAN MENERIMA UANG PEMBAYARAN.

CUT TO :

# 3. EXT JALAN RAYA – PAGI

KEMBALI MELAJU DI JALANAN. DUS DI BELAKANG TIDAK ADA..

CUT TO :

# 4. EXT KIOS BUNGA – PAGI

BERHENTI DI KIOS BUNGA, MENYERAHKAN BUNGA DAN MENERIMA UANG PEMBAYARAN.

CUT TO :

# 5. EXT. JALAN RAYA – PAGI

KEMBALI MELAJU DI JALANAN.

CUT TO :

# 6. EXT – INT. KANTOR – PAGI

PARKIR DI HALAMAN KANTOR, MELEPAS JAKET MASUK KE DALAM KANTOR DAN TERLIBAT AKTIVITAS KANTOR YANG SIBUK.

CUT TO :

# 7. EXT – JALAN RAYA – SIANG

KEMBALI MELAJU DI JALANAN.

CUT TO :

# 8. EXT. RUANG PERTEMUAN – SIANG

SEBUAH PERTEMUAN MENJADI NARA SUMBER PENYULUHAN.

CUT TO :

# 9. EXT. JALAN RAYA – SIANG

KEMBALI MELAJU DI JALANAN.

CUT TO :

# 10. EXT. KEBUN BUNGA MAWAR - PETANG

MENYIRAMI KEBUN BUNGA POTONG.

CUT TO :

# 11. INT. KAMAR TIDUR – MALAM

VE DUDUK DI JENDELA. POINT OF VIEW ( P.O.V ) – BAYANGAN VE MENYERUPUT SUSU. MENATAP LANGIT CERAH GUNUNG – BINTANG.

FADE OUT.

FADE IN :

# 12. INT . SEBUAH KAMAR TIDUR – PAGI 05.30

VE SEDANG MERONTA KESAKITAN SENDIRIAN. DIA TURUN DARI TEMPAT TIDUR DENGAN CARA MERANGKAK. DIA MENGAMBIL POSISI BERSILA DI ATAS KARPET. MENARIK NAFAS PANJANG DAN MELEPASNYA. MATANYA TERPEJAM. DIA MENGGERAK – GERAKKAN TANGANNYA, MENJENTIKKAN JEMARINYA BERSAMAAN.

SEBUAH KETUKAN HALUS DI PINTU

Voice Over ( V.O ) – IBU :

Ve, bangun sayang. kamu harus kerja kan ?

VE :

Sebentar.

Voice Over ( V. O ) – IBU :

Kamu tidak apa – apa kan sayang ?

VE BANGUN PERLAHAN. TANGANNYA BERPEGANG DI UJUNG TEMPAT TIDUR. HAMPIR SAJA DIA JATUH, DIA BERUSAHA MENAHANNYA. BUMI BERPUTAR. DEMIKIAN JUGA LANGIT – LANGIT KAMAR. VE JATUH KE LANTAI.

POINT OF VIEW ( P.O.V ) – LANTAI DAN ETERNIT BERPUTAR.

Voice Over ( V.O ) – IBU :

Ve ! Kamu tidak apa – apa kan sayang ?

VE :

( merintih )

Ough......

KEGADUHAN TERJADI DI LUAR KAMAR. DIKO MENDOBRAK PINTU KAMAR. IBU DAN DIKO MASUK. IBU MEMELUK VE. VE MENUTUP WAJAHNYA DENGAN KEDUA TELAPAK TANGAN. DIA DIAM TAK BERGERAK.

IBU :

( Khawatir )

Ve, kamu kenapa Sayang ?

DIKO MERAIH TUBUH VE DAN MEMAPAHNYA KE TEMPAT TIDUR.

IBU :

Ko, tolong ambilkan minum.

DIKO :

Sebentar Bu, aku ambilkan.

DIKO KELUAR, MASUK KEMBALI MEMBAWA SEGELAS SUSU PUTIH.

IBU :

Kamu jangan bangun dulu. biar Diko pergi ke Kantormu dan memiintakan ijin agar kamu bisa istirahat hari ini. Kamu makan dulu ya, biar tubuhmu tidak lemas.

VE :

( Menggeleng )

Aku mau kerja, pekerjaanku banyak hari ini.

IBU :

Gimana kamu mau kerja kalau tubuh kamu lemah seperti ini ?

IBU MEMANDU VE KEMBALI KE TEMPAT TIDURNYA. IBU MEMBUKA KORDEN VE MERASA SILAU IBU MENUTUPNYA KEMBALI. IBU DUDUK DI SISI VE.

IBU:

Baiklah, Ibu akan panaskan air untukmu, Ko, temani kakakmu.

IBU KELUAR. DIKO DUDUK DI SAMPING VE. VE MENGULURKAN GELAS SUSUNYA YANG MASIH TERSISA.

VE :

Ko, tubuhku lemas.

DIKO :

Kamu harus bertahan Ve.

VE :

Aku capek Ko, capek banget, kenapa aku nggak mati saja ?

DIKO :

( Tak senang )

Jangan ngomong gitu. aku tahu kamu capek, kamu sakit tapi kamu akan lebih capek dan sakit jika pikiran kamu terforsir untuk merasakan capek dan sakit itu.

VE MENARIK KAKI TAPI URUNG. DIA MERASAKAN NYERI. DIKO MEMBANTUNYA MENGANGKAT KAKI.

VE :

Aku ingin secepatnya menyelesaikan hidupku. biar aku nggak jadi beban kamu dan Ibu lagi.

DIKO :

Siapa bilang kamu jadi beban ? Nggak kok, kamu bukan beban. kamu anugerah buat keluarga kita. aku bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana jika keluarga ini tak ada kamu ? semuanya pasti terasa kacau.

VE :

Yang pasti aku tak akan menyusahkan kalian.

DIKO :

Kamu salah Ve, salah besar. kamu seharusnya bersyukur Tuhan tuh sayang banget ke kamu. kamu mungkin diberinya cobaan yang begini dasyat itu karena Tuhan tahu kamu orang yang kuat, yang mampu mengatasi itu semua. Ayolah Ve, kamu harus semangat.

VE :

Ya, aku terkadang juga berfikir seperti itu tapi ketika rasa sakit itu datang, aku merasa Tuhan telah benar – benar membenciku, menghukumku atas kesalahan yang aku tak tahu apa itu. Hidup buatku hanya penderitaan.

DIKO :

Lagi – lagi kamu salah Ve. Hidup itu linier, kita tidak berhak untuk menentukannya. semua pilihan yang ada didepan mata kita itu kamuflase, tipuan. yang ada hanyalah yang kita jalani.

DIKO MERAIH TANGAN VE DAN MENGGENGGAMNYA ERAT.

DIKO :

Cobalah kamu rasakan rasa sakit itu adalah nikmat Ve. Tak semua orang mampu menahannya sebaik kamu. itu kebaikan yang diberikan oleh Nya.

VE :

Aku bosan Ko, Aku ingin bebas berlari, aku ingin kemanapun aku mau tanpa harus terbebani rasa sakit yang setiap kali datang dan mengusikku. aku capek setiap kali puluhan jarum menusuk tubuhku. dan kamu tahu apa yang selalu ada dalam benakku. ini tubuhku Ko, tapi bukan sebenarnya tubuhku. Aku bahkan tak punya darah untuk menghidupkannya. Darah ini bukan darahku, aku tak tahu dulu pernah menghuni tubuh mana. Mungkinkah dia ......

DIKO :

Kenapa kamu selalu berfikir seperti itu ? itu hanya akan menyiksamu. Kamu memang tak tahu darah siapa saja yang pernah mengalir dalam tubuhmu. tapi milik siapapun darah itu tetap suci Mbak. Tuhan pasti telah mensucikannya untukmu.

VE :

Kamu tak pernah mau mengerti perasaanku Ko.

VE MEMALINGKAN WAJAHNYA KE ARAH LAIN. DIKO MENATAP KAKAKNYA DENGAN IBA.

Voice Over ( V. O ) – IBU

Ko, bantu Kakakmu. Ibu sudah siapkan air hangatnya.

DIKO :

Ayo Ve, aku bantu.

VE MENGULURKAN TANGAN, DIKO MEMBIMBINGNYA. SETELAH BERDIRI, VE MELEPASKAN TANGAN DIKO.

VE :

Sudah, aku tak apa – apa. Aku bisa sendiri.

VE KELUAR KAMAR. DIKO MENGEPALKAN JEMARI TANGANNYA. SEDIH, BENING AIR MATA MENGGANTUNG DI PELUPUK MATANYA..

FADE OUT.

FADE IN :

# 13 INT - SEBUAH KANTOR – SIANG 12.00

SUASANA HIRUK PIKUK. MEJA VE BERADA DI URUTAN KEDUA. DIBATASI OLEH SEKAT. KOMPUTER BERDERET DI SISI KANAN. VE MERAPIKAN BERKAS DI MEJA.

GADIS 1 :

Kelihatannya kamu ceria banget ? Dapat promosi ya ?

VE :

( Mencibir )

Promosi ? Mimpi kali.

GADIS 2 :

Moga – moga Ve, aku do’ain.

VE :

( Mengangguk )

Amin. Eh, makan yuk.

ALVIN DATANG, GADIS 1 DAN GADIS 2 MENYINGKIR. ALVIN MENJAJARI VE.

ALVIN :

Makan yuk Ve.

VE MENDONGAK. DIA MENUNJUK KE ARAH BERKAS DAN MEMBERI ISYARAT UNTUK MENUNGGU. ALVIN MENUNGGU.

VE :

Ayo, dimana ?

ALVIN :

Terserah kamu. Enaknya dimana ?

VE :

Aku mau pecel madiun. kayaknya enak. lagipula tempatnya nggak terlalu ramai. kita kesana aja ya.

ALVIN :

Up to you sweety.

VE TERSENYUM. ALVIN BERUSAHA MENGGANDENG TANGAN VE TAPI VE MENOLAKNYA.

FADE OUT.

FADE IN :

# 14 - SEBUAH RUMAH MAKAN – SIANG 12.00

VE MENUJU KE MEJA SAJI, SEPIRING PECEL, JUS DAN BUAH ADA DI PINGGANYA. DIA MEMBAWANYA KE SEBUAH MEJA DI SUDUT. ALVIN DIBELAKANGNYA SAMBIL MEMBAWA BAKI SAJI YANG SAMA. MEREKA NGOBROL SAMBIL MAKAN.

ALVIN :

Hari ini kamu sepertinya beda banget. kamu sakit lagi ?

VE :

Tadi Inez dan Vera bilang aku kelihatan ceria sekarang kamu menanyakan apa aku sakit ?

Eh, ternyata tubuhku berubah sangat cepat.

VE MENEPUK PIPINYA DAN TERSENYUM LEBAR. ALVIN MERAIH TANGAN VE DAN MEMBANDINGKANNYA DENGAN DIRINYA.

ALVIN :

Enggak, lihat saja tangan kamu, bandingkan denganku, kamu terlihat sangat pucat.

VE :

Setiap hari bagiku adalah sakit. Kadang aku merasa aku sangat sakit walaupun lain waktu aku merasa aku mempunyai energi lebih. aku bahkan heran pada diriku sendiri.

ALVIN :

Kamu seharusnya jaga kondisi Ve.

VE :

Aku tahu kamu pasti akan bilang seperti itu. tapi makasih, aku tahu seharusnya aku bersyukur, dulu dokter pernah mengatakan kalau usiaku tak akan lebih dari tujuh belas tahun. dan ternyata perkiraan dokter salah, sekarang dari literatur yang aku baca bahkan mengatakan harapan hidup orang indonesia dengan penyakit yang kuderita hanya sampai usia tiga puluh tahun. itu artinya kesempatanku untuk hidup masih tiga atau dua tahun lagi. dan kamu tahu, seringkali ketika sakit itu datang, aku pasti menyesal kenapa aku tidak mati saat usiaku tujuh belas tahun.

VE MENYUAP MAKANAN KE MULUTNYA, TERJADI KECELAKAAN SENDOK VE TERJATUH. VE MEMBUNGKUK DAN MEMUNGUTNYA. ADA NODA DI PIPI VE. ALVIN MENGHAPUSNYA. VE MEMALINGKAN WAJAH MENATAP KE LUAR JENDELA.

CUT TO :

# 15 – EXT - HALAMAN RUMAH MAKAN – SIANG 12.30

SEORANG PEMULUNG SEDANG MEMUNGUT SAMPAH TAMPAK DILUAR. DIBELAKANGNYA DUA ANAK KECIL MEMEGANG SEDOTAN DAN BOTOL AIR BEKAS. MEREKA TAMPAK KOTOR DAN LUSUH.

BACK TO SCENE :

VE :

( Menggumam )

Manusia memang tak pernah berterima kasih.

ALVIN :

Apa Ve ?

VE :

( Menggeleng )

Ah sudahlah, oh ya sampai dimana tadi ?

ALVIN :

Kupikir kamu salah jika kamu menyesali umur yang diberikanNya padamu. bukankah dengan panjangnya umurmu kamu bisa merasakan hal yang banyak. kamu bisa menyelesaikan pendidikanmu, bekerja hingga saat ini. dan ...

ALVIN TERDIAM SEJENAK. DIA MENATAP VE LEKAT. DIA SANGAT MENGAGUMI KETEGARAN GADIS ITU.

VE :

Dan apa ?

ALVIN MENGHELA NAFAS PANJANG DAN MENERUSKAN.

ALVIN :

Memberiku kebahagiaan. Aku sayang kamu Ve. Sejak pertama kali kamu masuk kantor dan aku melihatmu. mengenalmu adalah kesempatan yang sangat membahagiakanku. Sayang kamu nggak pernah ngerti.

VE :

Kamu belum mengenalku Vin. aku yakin jika kamu tahu apa sebenarnya yang sedang terjadi padaku, kamu akan perlahan – lahan menjauhiku.

ALVIN :

Kamu salah besar. aku bukan orang yang seperti itu. justru karena aku tahu penderitaanmu sekarang, aku makin sayang kamu. aku ingin kamu bersedia berbagi denganku Ve.

VE MENGGELENG LEMAH

ALVIN :

Apa kamu tidak mencintaiku ?

VE KEMBALI MENGGELENG.

VE :

( Mengangkat bahu )

Kamu nggak tahu apa itu Thalasemia. Penyakit itu terkutuk Vin. Aku telah ditakdirkan untuk menerimanya. Turun temurun dan kelak anak – anakku yang akan menanggungnya.

AIRMATA MENETES DI PIPI VE. ALVIN MENDEKATINYA. MENGULURKAN TANGAN DI BAHU VE DAN MENENANGKANNYA.

ALVIN :

Itu bukan masalah.

VE :

Bicara memang mudah, Tolong Vin jangan paksa aku.

ALVIN MENGGENGGAM TANGAN VE.

ALVIN :

Baiklah jika itu maumu. tapi tolong suatu saat nanti setelah pikiranmu tenang beri aku alasan yang lebih bisa kuterima kenapa kamu menolakku.

VE MENGANGGUK.

FADE OUT.

FADE IN :

# 16 - INT. SEBUAH RUANG KELUARGA – SORE 15.00

TELEVISI MENYALA. BERITA SORE. DIKO MERAIH REMOTE CONTROL DAN MEMINDAHNYA DI SALURAN SEPAK BOLA. IBU GANTI MENGAMBIL REMOTE CONTROL DAN MENGGANTINYA DI ACARA INTERAKTIF PENGOBATAN ALTERNATIF.

DIKO :

Ah, Ibu menyebalkan. Tanggung nih, lagi rame.

IBU :

Sudah, Ini saja. siapa tahu ada pengobatan untuk kakakmu. Kasihan dia, Ibu seringkali membayangkan bagaimana penderitaannya jika tubuh ditusuk jarum berkali – kali.

DIKO :

Ya memang harus begitu pengobatannya. kalau tidak melalui jarum apa darahnya bisa diminum begitu saja, memangnya Ve vampire ?

CUT TO :

FADE IN :

# 17 – INT – DAPUR RUMAH VE – SORE

VE MENGADUK MINUMAN DAN HENDAK MEMBAWANYA KE RUANG KELUARGA TAPI URUNG. DIA MENDENGARKAN PERCAKAPAN IBU DAN DIKO DARI BALIK PINTU.

BACK TO SCENE :

IBU :

Ibu pikir Ve sudah seharusnya masuk Rumah Sakit lagi. Kejadian kemarin membuat Ibu ngeri. bagaimana kalau kejadian itu terjadi saat Ve naik motor atau menyeberang jalan ?

DIKO :

( Mengangguk )

Iya, Aku juga pikir begitu. tapi darimana uangnya ? Biaya untuk itu kan nggak sedikit bu. Tranfusi terakhir baru sebulan kemarin. apa gaji Ve sudah cukup untuk kesana lagi ?

IBU :

Halaman belakang itu jika kita jual laku berapa ya Ko ? Ibu pikir tak apalah kita jual halaman itu dulu. nanti bisa kita beli lagi kalau sudah ada uang.

DIKO :

( Tertawa )

Ibu ini, darimana kita dapat uang untuk membelinya lagi. Kalau sudah kita jual ya sudah. kita nggak mungkin bisa membelinya lagi.

IBU :

Maksud Ibu ...

VE MASUK KE DALAM RUANGAN. IBU DAN DIKO TERDIAM. VE MELETAKKAN SECANGKIR KOPI DI MEJA.

VE :

Kenapa terdiam ?

IBU :

( terbata – bata )

Oh ya Ve, tadi jadi mampir ke Dokter Budi kan ? apa katanya ?

CUT TO :

FADE IN :

# 18 - .INT – RUANG PRAKTEK DOKTER BUDI – SIANG

VE DUDUK BERHADAPAN DENGAN DOKTER BUDI.

DOKTER BUDI :

Ve, limpa Ve sudah membesar dan jika ini dibiarkan mungkin suatu saat nanti akan mempengaruhi abdomen Ve. Ve bisa sesak nafas, mual – mual bahkan muntah. mungkin juga Ve akan terganggu gerak. Hal yang lebih lanjut, perut Ve akan ikut membesar.

VE :

Jalan keluarnya Dok ?

DOKTER BUDI :

Maksud Ve ?

VE :

Ya, mungkin dengan minum obat untuk mengecilkan atau ...

DOKTER BUDI :

Splenomegali atau pembengkakan limpa tidak bisa diatasi dengan obat. apalagi ini karena thalasemia. wajarnya hanya bagaimana caranya biar tidak bertambah besar, yaitu dengan menjalani tranfusi darah rutin agar kerjanya tidak terlalu keras.

VE :

Berarti tidak ada obatnya Dok ?

DOKTER BUDI i :

Secara umum ya. tapi saya dengar, di luar negeri sana sudah ditemukan sebuah obat yang bisa mengatasi atau membantu seorang penderita Thalasemia memperjarang masa tranfusinya. sayangnya obat itu belum bisa kita peroleh disini kalaupun bisa mungkin harganya yang belum terjangkau kantong kita.

VE :

Jadi jalan satu – satunya tetap operasi ya Dok ? Apa tidak bisa dipotong separuh dan dibuang yang sudah jelek Dok ?

DOKTER BUDI :

Limpa sifatnya seperti spon. dia tidak bisa dipotong separuh, kalaupun harus diambil ya diambil semua. kebetulan saat manusia berusia tujuh belas tahun keatas, fungsi limpa sudah bisa tergantikan tulang sunsum. nah, dengan kata lain limpa Ve bisa diambil. tapi ada tapinya

VE :

Tapi apa Dok ?

DOKTER BUDI :

Tapi itu bukan tanpa resiko. operasi pengambilan organ itu operasi bedah besar. resikonya tidak kecil. bisa berakibat fatal. Ve masih punya Ayah ?

VE MENGGELENG.

DOKTER BUDI :

Ibu ? Atau suami ?

VE :

Ibu masih tapi kalau suami belum punya Dok.

DOKTER BUDI :

Apalagi. jika ada Ibu tak apa – apa sebab masih ada yang bertanggung jawab sayangnya itupun belum cukup. masih ada hal lain yang harus Ve ketahui.

VE BERSIKAP MENUNGGU.

DOKTER BUDI :

( Melanjutkan )

Setelah Limpa diambil, mungkin tubuh Ve tidak akan setangguh sekarang. bisa saja penyakit – penyakit sepele seperti flu, pilek dan batuk akan lebih mudah menyerang. itu karena limpa sebagai penghasil zat imun sudah tidak ada lagi.

VE TERMENUNG.

VE :

Biayanya Dok ?

DOKTER BUDI :

Operasi itu sangat mahal tapi yang pasti tidak lebih dari seratus juta dan jika Ve bisa menunjukkan surat keterangan tidak mampu biasanya hanya separuh saja yang dibebankan pada Ve.

CUT TO :

FADE IN :

# 18 - INT. KAMAR TIDUR – MALAM 00.00

VE TERBANGUN KARENA TUBUHNYA KEJANG. TANPA BANGKIT VE SEGERA MEROSOT KE LANTAI. SESAAT TAK BERGERAK, TELAPAK TANGANNYA MENANGKUP DI DEPAN WAJAHNYA. DIA MULAI MENGGERAK – GERAKKAN TANGAN DAN KAKINYA. NAFASNYA TERASA SESAK.

KEMBALI KE SCENE :

IBU :

Ve.

VE :

( Tergeragap )

Eh iya.

IBU :

Jadi mampir ke Dokter Budi ? Apa katanya ?

VE :

Sudah saatnya aku masuk rumah sakit, darahku sudah turun lagi. enam. lebih cepat dari perkiraan semula.

IBU MENGHELA NAFAS PANJANG.

IBU :

Itulah kalau kamu terlalu capek. tubuhmu terforsir pekerjaan.

VE :

( menggeleng )

Masalahnya bukan terforsir atau tidak bu. tapi sepertinya waktuku sudah dekat.

IBU :

Hus. jangan ngomong sembarangan. siapa bilang waktumu sudah dekat. Gusti Allah yang punya rencana. kita nggak tahu apa yang direncanakanNya.

VE :

Aku capek bu. masuk rumah sakit ngabis – abisin semua harta keluarga. daripada untuk biaya rumah sakitku lebih baik uang hasil penjualan halaman untuk bayar kuliah Diko sampai wisudanya nanti biar Ibu nggak usah khawatir lagi.

IBU DAN DIKO SALING MEMANDANG.

IBU :

Lalu kamu ? apa kamu sudah punya tabungan untuk biaya rumah sakit ?

VE :

Belum. tapi sudahlah. aku malas ke rumah sakit lagi. sia – sia.

VE BERANJAK PERGI. IBU BERUSAHA MENGEJAR TAPI DIKO MENGHALANGI IBU.

FADE OUT :

FADE IN :

# 19 . INT – KAMAR VE – SORE 17.00

VE DUDUK DIATAS BINGKAI JENDELA. ANGIN BERHEMBUS SEPOI. MATAHARI JINGGA HAMPIR TENGGELAM.

DIKO :

Ve, Ada apa sih kenapa jadi sensitif seperti ini ?

VE :

Aku merasa hidupku sia – sia Ko, Nggak ada artinya. hanya nyusahin kalian. Dulu, Zeta pernah bilang sakitku karena kutukan. aku pikir, apa yang dikatakannya memang benar. aku sakit karena kutukan. aku selalu jadi beban kalian.

DIKO :

Kata siapa ? Heh Ve, Zeta ngomong gitu karena ingin nyakitin hati kamu. bukan dari logika. Thalasemia bukan kutukan. dan siapa bilang kamu adalah beban dalam keluarga ini. Aku yakin, jika Ayah masih hidup pasti dia mau menukar nyawanya demi kamu. Dan aku, kalau bisa aku bersedia kok gantikan tempat kamu.

VE :

Gimana rasanya kematian ya Ko ?

DIKO :

Kamu jangan ngawur kaya gitu.

VE :

Semua rasa sakit aku dah pernah alamin. aku bosan, mungkin kematian lebih baik untukku. Aku sedang berfikir seperti apa rasa sakit akibat kematian itu ?.

DIKO :

Ve, semua orang pasti bakal ngalamin seperti apa itu kematian. cuma yang aku nggak habis pikir kenapa kamu terus terobsesi dengan kematian Ve ?

VE MENUNJUK KE SEBUAH BINTANG YANG PALING CEMERLANG. DIKO MENGIKUTI PANDANGANNYA.

VE :

Kamu lihat, bintang itu paling terang. Jika aku boleh meminta aku ingin Tuhan memberikan bintang itu untukku.

BIBIR VE MENGEMBANG. DIKO MENATAP SENANG. TAPI TAK LAMA, SENYUM VE SEGERA SURUT. VE BERANJAK MENUJU MEJA DAN DUDUK TERMENUNG.

VE :

Kupikir hidup bagiku artinya rasa sakit... dan kematian, selalu menarik bagiku. aku berharap, kelak sesudah kematianku aku tak akan lagi merasakan rasa sakit ini.

VE MEMUTAR – MUTAR SEBUAH BONEKA LILIN DAN MEMATAHKAN LEHERNYA. DIKO TERDUDUK LEMAS.

FADE OUT.

FADE IN :

# 20 - EXT : TAMAN KAMPUS – SIANG 11.00

DIKO DUDUK MELAMUN DI PINGGIR DANAU. RENDI MENGHAMPIRINYA. MENEPUK BAHU DAN DUDUK MENDAMPINGI.

RENDI :

Kenapa Ko, kusut banget ?

DIKO DIAM . DIAMBILNYA BATU DAN DILEMPARKANNYA KE DANAU.

POINT OF VIEW ( P.O.V ) – KAMERA SUBJEKTIF – AIR BERGOLAK KECIL.

DIKO GELISAH.

DIKO :

Aku nggak tahu mesti gimana Ren. Ve sepertinya terobsesi sama kematian.

RENDI :

Ve ? dia ?

DIKO :

Ya, Kakakku. Saudaraku perempuan satu – satunya.

RENDI :

Bukankah dia gadis yang hebat ?

DIKO :

Hebat ?

RENDI :

( mengangguk )

Iya, hebat. Yang aku tahu dia pagi kerja di kantor, sore nyales dan malamnya kuliah kan ? gimana nggak hebat, dia itu perempuan Ko.

DIKO :

Ya, mungkin. tapi sebenarnya dia rapuh. Yang sebenarnya Ve seorang penderita talasemia dengan fungsi organ tubuh yang mulai rusak.

RENDI :

Kok aku baru tahu sekarang. kupikir dia seorang gadis super yang mempunyai segalanya.

DIKO :

( menggeleng )

Ve diciptakan untuk menderita.

DIKO MENERAWANG KE LANGIT.

CUT TO :

# 21 - INT . RUANG MAKAN RUMAH VE – PAGI. 06.00

VE SIBUK MENYIAPKAN SARAPAN, MEMBUATKAN TEH IBU, MENGAMBIL AMPLOP GAJINYA MEMBUKA MENGAMBILNYA SEBAGIAN DAN MENYERAHKANNYA PADA IBU. MENCIUM TANGAN IBU DAN KELUAR DENGAN TERGESA – GESA.

KEMBALI KE SCENE.

RENDI :

Lalu selama ini bagaimana dia bisa bertahan.

DIKO :

Dia harus rutin menjalani tranfusi darah setiap tiga bulan sekali. Limpanya sudah rusak. Dokter takut itu akan berakibat pada organ yang lain.

RENDI :

Lalu biayanya ?

DIKO :

Walaupun itu merupakan masalah berat tapi bukan itu permasalahan yang mengganggu pikiranku..

RENDI :

Lantas, dimana letak masalahnya ?

DIKO :

Seperti yang telah kukatakan. Ve sepertinya terobsesi pada kematian. dia selalu berjalan tanpa arah, dia berbuat sesuatu tanpa pernah pikir panjang.

RENDI :

Kamu takut dia akan bunuh diri ?

DIKO :

( menggeleng )

Nggak tahulah Ren, walaupun aku yakin dia tidak akan berbuat hal sebodoh itu. tapi aku khawatir jika Ve tak segera mendapatkan pertolongan bagi jiwanya, hal itu akan benar – benar terjadi.

RENDI :

Ya, aku paham jika dia merasa putus asa..

POINT OF VIEW ( P.O.V ) - SEORANG PEMUDA MELANGKAH BERSAMA SEORANG GADIS. MEREKA BERHENTI TEPAT DI SAMPING DIKO DAN RENDI.

DIKO BERDIRI, MARAH . MENUNJUK KE WAJAH KEN. RAGU. RENDI MENENANGKANNYA.

DIKO :

Kamu !

KEN :

Sori Dik, Aku cuma mau tanya, Ada apa dengan Ve ? Kenapa dia nggak masuk kuliah kemarin sore ?

JENI :

( Tak senang )

Ve ?

KEN MEMANDANG JENI KESAL.

DIKO :

( Ketus )

Ve nggak enak badan. Dia sakit. Puas ?

KEN :

Terus sekarang dimana ?

DIKO :

( mengangkat bahu )

Dia memaksa masuk kerja.

KEN :

Tapi kuliah lagi penting. Seminggu lagi ujian akhir.

Aku bisa ke rumah kan ?

DIKO :

( ketus )

Untuk apa kamu kesana ? Untuk menyakitinya ?

DIKO BERBALIK. MENGELUARKAN TANGAN DARI SAKU DAN MELEMPARKANNYA KE DANAU.

POINT OF VIEW (P.O.V ) – KALUNG VE MELAYANG DI UDARA DAN JATUH KE DALAM KOLAM. SEMUA PANIK. DIKO MENUTUP WAJAHNYA.

DIKO :

( Panik )

Oh My God ! Kalung Ve !

DIKO PANIK. KEN MELOMPAT KE DALAM DANAU.

JENIE :

Ken ?! Apa yang kamu lakukan ?. Dasar bodoh !

KEN KELUAR MEMBAWA SEBUAH KALUNG. KEN MENATAP KALUNG ITU

CUT TO :

FADE IN :

# 22 - EXT. JALAN RAYA – BADAI – SIANG 14.00

VE BERJALAN CEPAT. ANGIN BERTIUP KENCANG.

PONIT OF VIEW ( P.O.V ) BUMI BERPUTAR – LANGIT BERPUTAR – TUBUH VE LIMBUNG. SEBUAH MOBIL BERHENTI – KEN KELUAR DARI MOBIL DAN MENOLONG VE.

CUT TO :

# 23 - INT. RUMAH KEN - SEBUAH RUANG KELUARGA – SIANG 15.00

VE DUDUK MENGHADAPI SUSU PANAS. KEDINGINANNN. KEN MENYELIMUTI TUBUH VE.

KEN :

Aku tak mengira, kamu akan senekat itu, menerobos badai bukan hal yang pintar menurutku.

VE :

Ada banyak hal yang harus kulakukan.

KEN :

Seberapa penting ? Sehingga kamu pertaruhkan keselamatanmu ?

VE :

Lebih penting daripada aku menyelamatkan diri dari badai.

KEN :

Maksudmu ? menunggu dan menghindari badai reda tidaklah penting ?

VE :

Tidak terlalu. karena aku sudah terikat janji.!

KEN :

Janji ? kupikir orang yang terikat janji denganmupun pasti akan mengerti dengan alasanmu mengenai badai itu.

VE :

Aku sudah terikat janji dengan diriku sendiri. Aku penderita Thalasemia mayor, seminggu lagi aku sudah harus tranfusi. sebenarnya dari kemarin, tapi karena aku belum punya biaya cukup akhirnya dokter mengijinkan aku mengulur sedikit waktu. Karena itulah aku harus mengejar waktu dan juga uang.

KEN :

Kenapa kamu tak pernah cerita ?

VE :

Untuk apa ? Agar kamu dan Jenie bisa menertawai keadaanku ?

KEN :

Dari semula kamu tahu yang sebenarnya.

VE BANGKIT. MENGAMBIL SEBUAH KALUNG DARI ALMARI PAJANG. VE MENGAMATI KAGUM.

KEN :

Kalung ini pemberian Eyang dari kekasihnya yang seorang belanda. Sayang Eyang buyutku anti kolonialis, dia menganggap semua orang Belanda adalah kolonial. Eyang selalu menganggap kalung ini adalah belahan jiwanya yang hilang. Untuk itu dia menyimpannya dengan baik.

VE :

Cantik ya, pasti belanda itu sangat menyayangi Eyangmu.

POINT OF VIEW ( P.O.V ) – KALUNG BERHIASKAN BATU MULIA.

KEN MENGAMBILNYA. MEMASANGNYA DI LEHER VE.

KEN :

Sudah lama aku ingin memakaikannya untuk gadis yang aku cintai.

VE :

Terima kasih.

MEREKA BERCIUMAN.

BACK TO SCENE :

KEN MEMBERIKAN KALUNG PADA DIKO.

KEN :

Tolong jaga Ve baik – baik.

JENI KEMBALI MERAJUK. KEN BURUBURU MENGANDENGNYA PERGI.

Ken ::

Sori ya Dik, Aku duluan

.

DIKO MENGEPALKAN TANGAN. MARAH. DIA BERMAKSUD MENINJU KEN DARI BELAKANG. RENDI MENAHANNYA.

RENDI :

Dik..dik, apa maksudnya ?

DIKO :

Bangsat itulah yang selalu membebani pikiran Ve..

RENDI MENGGARUK KEPALA.

DIKO :

Ve sangat mencintainya, sayang Bangsat itu malah mempermainkannya.

RENDI :

Entah ideku salah atau tidak, kupikir tak ada salahnya jika dia kita ajak bergabung dalam padepokan kita. mungkin itu bisa membuatnya lebih tenang dan berdampak positif untuk jiwanya.

FADE OUT :

FADE IN :

# 24 - EXT – RUMAH VE - SIANG 13.00

VE TURUN DARI SEPEDA MOTOR. DIA MEMBAWA KARDUS BESAR. SEKARDUS BUNGA HIAS DI TEMPATKAN DI DEPAN. TAMPAK PAYAH. DIKO DAN RENDI MENGHAMPIRI.

DIKO :

Buku lagi ?

VE :

Iya, terpaksa aku bawa pulang, sekolah libur.

Sudah lama Ren ?

RENDI :

Lumayan. Taruh mana Ve ?

RENDI MENGANGKAT KARDUS BUNGA.

VE :

Letakkan saja di sana. Sebentar lagi harus kuantar ke kios.

RENDI :

Nggak capek ?

VE :

( tersenyum sekilas )

Belum. Ko, bukunya tolong taruh didalam ya, takut rusak. Aku mandi dan sholat dulu. lengket banget nih.

DIKO MENGANGKAT JEMPOL.

DIKO :

Siap juragan.

VE MASUK KE DALAM RUMAH. IBU DAN PAK RESTU SEDANG DUDUK DI RUANG TAMU.

IBU :

Ve, baru pulang ?

VE :

( Menganggukkan kepala )

Oh ada tamu rupanya.

IBU :

Oh ya Pak, kenalkan ini Ve, anak sulung saya yang saya ceriterakan tadi..

VE MENYALAMI PAK RESTU.

VE :

VE.

PAK RESTU :

Wah, Ibumu bangga sekali terhadapmu. kamu benar – benar hebat.

VE :

Bapak teman Ibu ?

IBU :

Pak Restu ini yang mau membeli halaman belakang rumah kita. Dia teman Ibu. Satu kelas dulu di SMA. Nggak nyangka kalau akan ketemu lagi.

IBU DAN PAK RESTU SALING TERTARIK.

VE :

Oh, silahkan teruskan reuninya, Saya pamit dulu shalat dulu. takut ketinggalan waktu.

PAK RESTU MENGGELENG – GELENGKAN KEPALA. KAGUM. IBU TERSIPU.

CUT TO :

FADE IN :

# 25 - INT. KAMAR MANDI

VE MENANGIS TERTAHAN. MENGGUYUR AIR DI KEPALANYA PELAN – PELAN. VE LURUH KE LANTAI. PINGSAN.

FADE OUT :

FADE IN :

# 26 – KAMAR JENIE – MEWAH – SIANG 15.00

JENIE DUDUK DIATAS TEMPAT TIDUR GUSAR. ROSI BERDANDAN. SISCA MENDENGARKAN MUSIK.

JENIE :

Brengsek ! Sialan !

ROSI DAN SISCA ACUH. JENIE MELEMPAR BANTAK KE KEPALA ROSI. DAN MEREBUT HANDFREE DARI SISCA

JENIE :

( Membentak )

Heh kalian ! Dengar nggak sih !

DUA GADIS ITU MENATAP TAK MENGERTI.

JENIE :

Aku benar – benar nggak habis pikir ! Apa sih istimewanya Ve itu ?

ROSI :

Kenapa dengan dia ? bikin kamu kesal lagi ?

.

JENIE :

Nggak cuma kesal. Aku pengen mampusin dia. Selama dia masih hidup, Ken nggak akan benar – benar jadi milik aku.

SISCA :

Maksudmu bunuh ?

JENIE :

Kalau perlu, paling tidak aku ingin dia cacat seumur – umur. Aku nggak akan rela Ken jatuh ke tangannya.

ROSI :

Jen, bukankah Ken sudah jadi milik kamu. Kalian bahkan sudah bertunangan. Apalagi yang kamu khawatirkan ?

JENIE :

Kemarin, Ken bela – belain masuk kolam hanya gara – gara mau ngambilin kalung Ve. Aku curiga Diko sengaja membuangnya untuk mencari tahu perasaan Ken yang sesungguhnya.

ROSI :

Jen jangan berprasangka. Bagaimana kalau Diko benar – benar tak bisa berenang ? dan dia benar – benar tak sengaja ?

SISCA :

Alah, kenapa sih kamu belain Diko ?

JENIE :

Masalahnya Ken selalu mengundur pernikahan kami. Ini ketiga kalinya dia meminta waktu. Aku takut kehilangan dia.

JENIE KESAL DILEMPARKANNYA SEMUA BARANG KE LANTAI.

POINT OF VIEW ( P.O.V ) – FOTO KEN DAN JENIE JATUH KE LANTAI.

FADE OUT :

FADE IN :

# 27 – INT. KAMAR VE – MALAM 19.00

VE SELESAI SHOLAT. DIKO MASUK. VE MELIPAT MUKENA DAN DUDUK DISAMPING DIKO.

VE :

Langit cerah ya Ko. Indah. Seandainya setiap malam seperti ini.

DIKO :

Iya, lihat bintang jatuh. kamu ingin apa Ve ?

POINT OF VIEW ( P.O.V ) – BINTANG JATUH.

VE MEMEJAMKAN MATA. DIKO MEMEJAMKAN MATA.

VE :

Kamu minta apa Ko ?.

DIKO :

Aku minta kamu sembuh.

VE :

Aku akan sembuh jika malaikat maut menjemputku.

DIKO :

Tadi siang, teman Ibu datang. Kelihatannya dia baik.

VE :

Ya, aku sudah bertemu. Ibu jadi menjual tanah itu ?

DIKO :

Ibu bilang, Pak Restu belum mengiyakan tawaran Ibu. tapi kalau kamu nggak keberatan, Ibu menyuruhmu masuk rumah sakit sekarang. Soal biaya, Pak Restu yang akan menanggungnya.

VE MENYERUPUT KOPINYA.

VE :.

Kenapa dia begitu baik ?

DIKO :

( Mengangkat bahu )

Aku pikir wajar, Pak Restu teman baik Ibu semasa SMA.

VE :

Dan juga pacar Ibu.

DIKO :

Ya mungkin. Ve, tak ada salahnya menerima tawaran itu, lagipula sepertinya kondisimu sudah sangat buruk.

VE :

Siapa bilang ? Aku sehat kok. Aku masih bisa bertahan sekalipun darahku turun dua atau tiga lagi.

DIKO :

Normalnya darah kamu dua belas hingga enam belas, check up kemarin tinggal enam, kamu masih bilang turun dua atau tiga nggak apa – apa ?

VE :

Ko, kamu pikir aku senang masuk rumah sakit dengan pinjaman seseorang ? dengan apa nanti aku akan mengembalikannya ? Jiwaku saja sudah tidak laku dijual. Kamu... ach.

DIKO :

Pak Restu nggak ngasih pinjaman Ve, dia iklhas membiayaimu. Uang itu dia berikan karena dia merasa telah berhutang budi banyak pada keluarga kita.

VE : :

Mustahil. Berhutang budi karena apa ? Itu salah satu perangkap yang disiapkannya untuk Ibu.

DIKO :

Tapi setidaknya Ibu bahagis.

VE :

Bahagia ? Aku justru punya firasat lain.

DIKO :

Ve.

VE :

Sudahlah Ko, tak ada yang perlu dibahas lagi.

VE BANGKIT DIKO MENAHANNYA, MENGULURKAN SEBUAH KALUNG.

DIKO :

Kemarin aku bertemu dengan Ken. Dia mengambil kalung ini dari dasar kolam dan menyerahkannya untukmu. Dia memintaku untuk menjagamu.

DIKO MENINGGALKAN VE SEORANG DIRI. VE TERMANGU DENGAN KALUNG DITANGANNYA.

FADE OUT.

FADE IN :

# 28 – EXT. HALAMAN KAMPUS – SIANG 11.00

DIKO MENATAP NENA KESAL.

DIKO :

Harus berapa kali aku bilang kalau aku sayang kamu. Kamu memang benar – benar ...ich.

NENA :

Iya. aku tahu tapi masalahnya kenapa kamu masih saja datang ke rumah Rosi ?

DIKO :

Nen, aku sudah bilang, Rosi itu teman aku satu jurusan. Wajar kan jika aku dan dia akrab dan saling membantu.

NENA :

Dik, Kamu bilang persahabatan kalian murni tapi kenapa kamu pake nawarin dia jalan – jalan ?

DIKO :

Nen, jangan sembarangan ya kamu ngomong. Yang bener, aku mau benerin komputer dan Rosi mengajakku ke stand pameran milik sepupunya. aku pikir nggak ada salahnya kan ? Kamu susah banget diajak ngomong.

DIKO MENINGGALKAN NENA SEORANG DIRI. NENA MENGEJAR. DIKO TETAP PERGI.

FADE OUT.

FADE INT :

# 29 # - EXT. SEBUAH KIOS BUNGA – SIANG 15.00

VE MENGHENTIKAN MOTOR DAN MENURUNKAN KARDUS BESAR BERISI BUNGA. JENIE BERADA DI DALAM KIOS ITU MENYERAHKAN BEBERAPA LEMBAR UANG PADA PEMILIK KIOS.

SISCA :

Cepet Jen, dia datang.

JENIE :

Tolong Pak, tolak semua bunganya. Jangan dibeli semua bunga – bunga dari dia.

PEMILIK KIOS :

Wah bagaimana ya ? kalau saya tolak, saya tidak jadi untung hari ini.

JENIE :

Saya akan ganti.

PEMILIK KIOS :

Tapi Non, kasihan. dia sudah langganan kita. Bagaimana kalau bunganya tidak laku ? Sayang kan Non.

JENIE :

Sudah, Nanti biar saya yang beli.

LANGKAH VE SEMAKIN DEKAT. MEMBAWA KARDUS BERISI BUNGA.

JENIE PERGI KE BAGIAN LAIN MEMILIH BUNGA. VE MASUK.

VE:

Pak, bunganya diambil semua ya ?

PEMILIK KIOS :

Aduh Non, permintaan sepi. Bapak kehabisan modal, lain kali aja ya.

VE TERMANGU. JENIE MENDEKATI.

JENIE :

Kamu Ve itu kan ?

VE :

Iya. Ada apa ?.

JENIE :

Oh jadi kamu penjual bunga ? Em.. bagus juga, satu tangkai harganya berapa ?

VE :

Biasanya sih empat ribu. tapi kalau semuanya aku hitung tiga ribu nggak apa – apa.

JENIE :

Ehm. Boleh juga. gimana kalau satu aku beli duapuluh ribu.

VE :

Dua puluh ribu ? Semua duapuluh ribu ? Aduh jangan.

SISCA :

Jenie bilang, pertangkainya tolol.

VE :

Aku bilang tiga ribu kenapa kamu mau beli sepuluh ribu ?

SISCA :

Sudah, boleh tidak ?

VE :

Iya deh boleh. berapa tangkai ?

JENIE :

Semuanya. buruan hitung.

VE MENGHITUNG BUNGA YANG DIBAWANYA.

VE :

Lima puluh. Berarti semuanya..

.

JENIE :

Kalikan saja duapuluh ribu. Nih. Dua setengah juta. Cukup kan ?

VE :

Dua setengah juta ?

JENIE :

Iya tapi dengan syarat !

VE :

Syarat ?

JENIE :

Mulai sekarang, Kamu nggak boleh deketin Ken lagi. Ngerti ?!

VE TERMANGU.

SISCA : :

Sudah terima saja. Apa ruginya sih.

KEN TIBA – TIBA MASUK. TERKEJUT.

KEN :

Jenie ? Ve ?

KEN DAN VE SALING MENATAP.

JENIE :

Akhirnya kamu datang juga sayang.

JENIE MENGGELENDOT MANJA DI BAHU KEN. VE BURUBURU MENGUMPULKAN BUNGA DAN BERGEGAS PERGI.

KEN :

Ve !

JENIE MENGHALANGI LANGKAH KEN.

PEMILIK KIOS :

Non, kenapa nggak jadi dibeli bunganya ? Kasihan. Terus uang untuk saya mana Non..

KEN :

Uang apa Pak ?

JENIE :

Tadi aku mau beli bunga. tapi nggak jadi.

KEN :

Uang apa Pak ?

PEMILIK KIOS :

Non ini melarang saya membeli bunga Non Ve. Kasihan dia kalau tahu begini, saya nggak akan mau. Sekarang saya minta ganti rugi Non.

JENIE :

Iya ya. Nih.

KEN :

Keterlaluan !

KEN MENINGGALKAN JENIE YANG MENGEJAR TERGESA – GESA DIIKUTI OLEH SISCA DAN ROSI.

FADE OUT.

FADE IN :

# 30 – INT – PERPUSTAKAAN KAMPUS – SIANG

VE MEMILIH BUKU, MENGAMBILNYA DAN DUDUK DI KURSI BACA. KEN MENGHAMPIRI DUDUK DI SEBELAH VE.

KEN :

VE.

VE MENDONGAK. ACUH.

KEN :

( lirih )

VE, maafkan aku. Aku ingin ...

VE BANGKIT. MARAH

VE :

Kamu ingin meninggalkan aku kan ? Kamu lebih memilih Jeni yang congkak itu kan ?

Alasanmu lebih bisa kuterima jika kamu tinggalkan aku karena aku sakit. tapi jika alasanmu meninggalkanku karena inginkan sesuatu darinya aku tak akan pernah memaafkanmu Ken. Kamu pengecut !

KEN MERAIH PERGELANGAN TANGAN VE.

KEN :

Ya, aku akui aku pengecut ! tapi aku ingin kita berpisah baik – baik Ve.

VE :

( Menggeleng )

Kita tak akan pernah berpisah baik – baik. Puas ?!

VE MENINGGALKAN KEN SEORANG DIRI.

FADE OUT.

FADE IN :

# 31 – INT RUMAH VE – MALAM

RUANG TAMU

VE MENEROBOS MASUK DARI PINTU DEPAN. SEDIH. IBU DAN PAK RESTU SEDANG MENGOBROL DI DEPAN TELEVISI. DIKO DIANTARA MEREKA.

IBU :

Ve ?1 Kenapa tidak mengucap salam ?

VE MENATAP KE ARAH IBU. ACUH.

VE :

Assalamu’alaikum.

VE MENUJU KAMARNYA. DIKO DAN IBU MENGIKUTI.

VE BERHENTI DI DEPAN KAMARNYA. IBU DAN DIKO CEMAS.

VE :

Ada apa ?

IBU :

Kamu sakit ?

VE MENGGELENG.

IBU :

Ibu buatkan susu hangat ya ?

VE :

Tak usah.

IBU :

Atau kopi saja ?

VE :

Terserah Ibu.

IBU BERLALU.

DIKO :

Ve ada apa ? Ken ?

VE :

Tak ada yang harus kusesali Ko. Semuanya memang harus pahit untukku.

DIKO :

Kamu selalu pesimis seperti itu.

VE :

Bukan, bukan pesimis tapi kenyataannya memang seperti itu.

Mau apa dia ?

DIKO :

Pak Restu ingin melamar Ibu.

VE MENATAP DIKO.

VE :

Sudah kuduga ? Laki – laki memang buaya.

CUT TO :

FADE IN :

# 32 – SEBUAH RESTAURANT MEWAH – SIANG.

VE MEMBAWA BUNGA MELEWATI DEPAN RESTAURANT. MELALUI JENDELA DIA MELIHAT PAK RESTU SEDANG MAKAN SIANG DENGAN SEORANG WANITA AKRAB. DIANTARA MEREKA ADA SEORANG ANAK KECIL

BACK TO SCENE.

DIKO :

Apa maksudmu ?

VE :

Tolong tinggalkan aku Ko, aku ingin sendiri.

DIKO :

Yakin kamu nggak apa – apa.

VE :

Kamu takut aku akan bunuh diri ? Nggak Ko. nggak akan pernah.

DIKO MENINGGALKAN VE SENDIRI. HANDPHONE VE BERBUNYI.

VE :

Ta, Aku pengen curhat please..

VOICE OVER – RITA :

Okey aku kesana tungguin ya.

RITA DATANG TERGESA – GESA – CEMAS.

RITA :

Okey mulailah cerita padaku, apa yang terjadi dengan kalian ?

VE :

Kain kafan tak lagi putih dan menakutkan bagiku Ta, coraknya telah berubah menjadi batik yang manarik untuk segera kukenakan.

RITA :

Kamu membuatku merinding Ve.

VE :

Aku capek Ve, aku letih, aku bosan terus seperti ini. Aku nggak pantas hidup.

RITA :

Hey..hei.. mana Ve ku yang selalu optimis ? Mana Ve ku yang selalu ceria.

RITA MEMELUK VE.

VE :

Tuhan membenciku. Dia jadikan aku seorang pecundang Ta..

RITA :

Zzz...belum, kamu belum jadi pecundang jika kamu masih bisa merubah keyakinan kamu.

TUBUH VE MELEMAS. VE MENELAN OBAT TIDUR OVER DOSIS. RITA KAGET. DIA SENTAKKAN TUBUH VE TAPI TAK ADA REAKSI.

RITA :

Diko....

DIKO MENEROBOS MASUK. IBU DAN PAK RESTU MENYUSUL DI BELAKANG.

DIKO :

Apa yang terjadi ?

IBU :

Ve...

FADE OUT.

FADE IN :

# 33 – SEBUAH KAMAR RUMAH SAKIT – MALAM

VE TERGOLEK LEMAH. RITA MEMANDANGI TUBUH VE. JEMARI VE MULAI BERGERAK. RITA SENANG.

RITA :

Ve, syukurlah. Diko..

DIKO MASUK.

VE :

Ko.

DIKO MENATAP KANTONG DARAH. POINT OF VIEW ( P.O.V ) – KANTONG DARAH.

DIKO :

Sudah, sebentar lagi darahnya habis dan kamu harus suntik anti zat besi.

SEORANG PERAWAT MASUK. MENGGANTI KANTONG DARAH DENGAN KANTONG INFUS. MEMUTAR KNOP NYA.

PERAWAT :

Suntik sekarang ya ?

VE MENGANGGUK.

PERAWAT KELUAR DAN KEMBALI MEMBAWA SEBUAH SUNTIKAN. PERAWAT MENYUNTIKKAN OBAT MELALUI SELANG INFUS.

POINT OF VIEW ( P.O.V ) – WAJAH VE MENAHAN SAKIT. MATANYA TERPEJAM, TANGANNYA MENGGENGGAM DAN MENGEJANG. LALU MENGENDUR PERLAHAN.

FADE OUT.

FADE IN :

# 34 – INT .KORIDOR RUMAH SAKIT – SIANG.

DIKO MENGEJAR DOKTER BUDI.

DIKO :

Dokter ...

DOKTER BUDI :

Diko ? Kenapa bisa seteledor itu ? Seharusnya Ve tidak boleh sembarangan mengkonsumsi obat – obatan. Fungsi organ dalamnya sedang terancam.

DIKO :

Itulah Dok, saya tak habis pikir bagaimana dia punya pikiran sebodoh itu ?

DOKTER BUDI :

Tolong, diawasi benar. Ve seharusnya punya optimisme hidup yang tinggi jika tidak itu akan semakin memperparah kondisinya dan akibatnya bisa fatal.

DIKO :

Jika saya membawanya ke terapi kejiwaan bisa nggak Dok ?

DOKTER BUDI :

Saya pernah menawarkan hal itu padanya dan saya pesimis dia akan menerima usulan itu. Ingat, jiwa Ve sedang labil. dia lebih sensitif akhir – akhir ini. Apa dia punya persoalan ?

DIKO :

Ada.

DOKTER BUDI :

Tolong bantu dia pecahkan masalahnya biar setelah itu dia lebih fokus pada pengobatan.

DIKO :

Terima kasih Dok.

FADE OUT.

FADE IN :

# 35 – RUMAH KONTRAKAN KEN – SIANG

JENIE MEMELUK KEN DAN PERGI MENINGGALKANNYA. DAVID MENDEKATI KEN DAN MENEPUK BAHUNYA.

DAVID :

Hebat kamu, cantik, tajir apalagi yang kurang ?

KEN MENGHANTAMKAN KEPALAN TANGANNYA KE TEMBOK.

DAVID :

Kenapa ? Kamu nggak cinta lagi atau jangan – jangan kamu punya gebetan lain.

KEN MENGHEMPASKAN TUBUHNYA DI SOFA.

KEN :

Justru karena dialah aku telah menyakiti hati seseorang.

DAVID :

Ve ?

KEN TERDIAM LESU.

DAVID :

Alah, melo. Eh dimana – mana semua orang pasti milih yang enak dilihat dan tajir. Kenapa kamu mesti mikirin Ve ? Buat dia menjadi masa lalumu. Lihat mereka ! Bandingkan !

KEN :

Jenie nggak akan pernah sebanding dengan Ve.

DAVID :

Na, apalagi kamu udah bisa berkata seperti itu. Ve itu siapa ? Pucat, Sakit, Ke.. (re )

KEN BANGKIT DAN MENARIK KERAH BAJU DAVID.

DAVID :

Eit... Sori man...

KEN :

Aku memang meninggalkannya tapi jangan sampai kamu pikir aku rela dia diperlakukan seenaknya. Ngerti ?!

DAVID :

Iya, iya aku ngerti.

KEN MELEPASKAN KERAH BAJU DAVID DAN BERLALU. DAVID MENATAPNYA KECUT.

FADE OUT.

FADE IN :

# 36 – KEBUN BUNGA MAWAR MILIK VE – PAGI

VE SEDANG MENYIANGI BUNGA MAWAR ( POINT OF VIEW ) – KELOPAK MAWAR. MOTOR ALVIN BERHENTI DI HALAMAN. ALVIN MENGHAMPIRI VE.

ALVIN :

Pagi cantik.

VE TERSENYUM KEARAHNYA.

VE :

Darimana ?

ALVIN :

Latihan.

VE :

Latihan ? Latihan apa ? Bukan karate kan ?

ALVIN :

Diantaranya. Aku penikmat ilmu kebatinan. disana nggak melulu olah batin yang dipelajari tapi juga olah raga, karate, yudo pencak silat bahkan mungkin tinju. Untuk olah raga saja dan juga membela diri jika diperlukan.

VE :

Oh ya ? Interesting. Boleh aku coba ?

ALVIN :

Kenapa tidak ? Kapan ? Sekarang ?

VE :

Iya, sekarang.

ALVIN :

Yang mana dulu ? Maksudku, olah batin atau ...

VE MENGANGKAT BAHU. ALVIN MENGATUR POSISI BERSILA. VE MENGIKUTI GERAKANNYA.

ALVIN :

Ok. tarik nafas, pikirkan satu hal. konsentrasi terus...

MEREKA TENGGELAM DALAM MEDITASI KHUSUK.

FADE OUT.

FADE IN :

# 37 – SEBUAH KANTIN KAMPUS – SIANG

VE DUDUK BERSANDINGAN DENGAN RITA. MEREKA MENGHADAPI MAKANAN.

GEROMBOLAN JENIE, SISCA DAN RITA MENGHAMPIRI MEREKA DIAM – DIAM. DUDUK TEPAT DI BELAKANG MEREKA.

RITA :

Aku pikir sebaiknya kamu lupakan Ken, buang jauh – jauh buaya itu dari pikiranmu. Menurutku dia nggak cukup pantas untuk dicintai.

VE :

Ya, kupikir apa yang kamu katakan benar. Sudah saatnya aku membuang jauh – jauh pikiranku darinya.

GEROMBOLAN JENIE TERSENYUM GEMBIRA

VE :

Tapi akan sulit bagiku untuk melakukannya.

GEROMBOLAN JENIE KECEWA.

RITA :

Tak ada salahnya kamu mencoba, Jauhi Ken. hindari pertemuan dengannya dan mulailah pertimbangkan Alvin.

VE :

Sudahlah lupakan, Oh ya, Minggu ini Dia berniat ke Gunung. Aku ingin ikut.

RITA :

( cemas )

Serius ?

VE MENGADUK MINUMAN, MENGACUNGKAN DUA JARI. SWEAR.

RITA :

Kondisi kamu ..

VE :

Nggak papa, aku sudah sembuh kok. Lagipula darahku masih fresh.

RITA :

Kamu tak boleh remehkan kondisi kamu. Bagaimana jika ?

VE :

Aku mati ? It’s small problem for me. aku bahkan sudah mengatakannya padamu tempo hari. Kafanku bercorak batik.

RITA :

Kamu benar – benar ich...Diko tahu ?

VE :

Not yet, tapi aku akan bilang ke dia.

RITA :

Dia nggak akan memperbolehkan.

VE :

Apa hak dia melarangku ?

VE BANGKIT BERJALAN, RITA MENGEJARNYA.

RITA :

Aku ikut ya Ve, aku akan jagain kamu.

GEROMBOLAN JENIE MENCURI DENGAR.

JENIE :

Bagus !

SISCA & ROSI :

Bagus ?

JENIE :

Iya bagus, itu artinya aku punya kesempatan menyingkirkannya.

JENIE TERSENYUM LICIK.

FADE OUT.

FADE IN :

# 37 – EXT. HALAMAN RUMAH VE. – SORE

VE MELAJU DENGAN SEPEDA MOTOR. DIKO GAGAL MENCEGAH. RENDI DATANG DENGAN MOTOR.

RENDI :

Kenapa ?

DIKO MENENDANG KERIKIL KESAL. BURUBURU MASUK KE DALAM KAMAR. RENDI MENGIKUTI. SUASANA PANIK.

DIKO :

Suck ! Ve kepuncak pagi ini. Mereka cuma berdua. Aku takut terjadi apa – apa dengannya. Ough..

RENDI :

Apa ? kepuncak ? Ve ke puncak ?

DIKO PANIK DIA MENYIAPKAN CARRIER DAN BERGANTI BAJU.

DIKO :

Seumur – umur Ayah tak pernah memberinya ijin keluar karena takut pada kondisinya, tapi sekarang, Ve merasa dia telah dewasa. Dia pikir gunung adalah tempat yang menyenangkan ?

RENDI IKUT PANIK. BERJALAN HILIR MUDIK.

RENDI :

Kenapa kamu tidak berusaha mencegahnya ?

VE :

Sudah tapi NOL !

DIKO MENYANDANG CARRIER DI PUNGGUNGNYA DAN BERSIAP PERGI.

RENDI :

Hey hey... mau kemana kamu ?

DIKO :

Aku harus mencari Ve. Dia memang keras kepala tapi tak mungkin aku melepaskannya menantang maut seorang diri.

RENDI BERDIRI KEBINGUNGAN.

RENDI :

Ke gunung ? tunggu – tunggu aku ikut.

FADE OUT :

FADE IN :

# 38 - POS PENDAKIAN PERTAMA – SORE

IN FRAME : PERKEBUNAN MENGHAMPAR – GUNUNG YANG DISELIMUTI KABUT.

VE, ALVIN DAN RITA BERJALAN BERIRINGAN. VE DAN RITA BERGANDENGAN TANGAN.

GEROMBOLAN JENIE BERADA DI BELAKANG MEREKA. DIKO DAN RENDI MENYUSUL DI BELAKANG.

DIKO :

( Berteriak – memanggil )

Ve tunggu....

RENDI :

Ve. Hoi...

MEREKA MENDAHULUI GEROMBOLAN JENIE. JENIE DAN KAWAN – KAWAN MELAKUKAN PENYAMARAN UNTUK MENUTUPI IDENTITAS MEREKA. BERSAMA MEREKA TIGA ORANG IKUT MENDAKI. GEROMBOLAN JENIE MINGGIR MEMBERI JALAN.

DIKO :

Ve.

ROMBONGAN VE BERHENTI. DIKO DAN RENDI SAMPAI DIHADAPAN ROMBONGAN VE. DIKO MARAH PADA ALVIN. DIKO MENDEKATI ALVIN DAN MENCENGKERAM KRAH BAJUNYA. TANGANNYA HENDAK MENINJU ALVIN.

DIKO :

Heh, maksud kamu apa sih, bawa Ve hingga kemari ? kamu nggak tahu kan kondisi dia seperti apa ?

ALVIN :

Dik dik sebentar dik, aku nggak bermaksud ..

RENDI BERUSAHA MELERAI. DIA MENGHALANGI DIKO DENGAN TUBUHNYA.

RENDI :

Sabar Ko, Sabar.

VE MELANGKAH MAJU DAN BERHENTI DI DEPAN MEREKA. DIA MENATAP KE ARAH DIKO.

VE :

Apa – apaan sih kalian ? Pake berantem kaya anak kecil. Ko, sebaiknya kamu pulang.

DIKO :

Aku nggak akan pulang tanpa kamu Ve.

VE :

Dan aku juga nggak akan pulang sebelum aku sampai di puncak gunung. Kamu nggak berhak ngelarang aku.

VE BERBALIK DAN MENINGGALKAN TEMPAT ITU. DIKO MENYERAH, MENGANGKAT TANGAN DAN MEMUKUL ANGIN. MEREKA MENGIKUTI LANGKAH VE. ALVIN BERUSAHA MENDEKATI DIKO. DIKO DAN ALVIN AKHIRNYA AKRAB. MEREKA BERBINCANG – BINCANG SEPANJANG PERJALANAN.

RENDI DAN RITA SALING TERTARIK. MEREKA SEMAKIN AKRAB.

SEBUAH PERSIMPANGAN. ALVIN MENGHADAP KE ARAH TEMAN – TEMAN. DIA MEMBERIKAN BRIEFING SINGKAT.

ALVIN :

Ada dua opsi untuk ke puncak, yang pertama kita akan memotong jalan. Tidak terlalu sulit, sama seperti yang telah kita lalui tapi sedikit licin. Sebelum pukul sembilan kita bisa pastikan kita telah berada di puncak. Tapi jika ada yang keberatan, kita bisa ambil jalur pendakian yang sedikit memutar dan akan menghabiskan sedikit waktu lebih banyak untuk sampai ke puncak. Bagaimana ?

DIKO :

( Memandang VE )

Memotong jalan memang lebih cepat tapi aku takut Ve terlalu capek.

VE MENUNJUKKAN WAJAH KEPAYAHAN. DIA TERDUDUK DI TEBING RENDAH. SIBUK MENGATUR NAFAS DAN MEMPERMAINKAN RANTING.

ALVIN :

Okey lah kita ambil jalan memutar Bagaimana Ve ?

VE MENGANGGUK TANDA SETUJU. MEREKA MELANJUTKAN PERJALANAN.

GEROMBOLAN JENIE SAMPAI DI PERSIMPANGAN.

JENIE :

( Menyetop teman – teman )

Ok kita pasang strategi. Kita harus bagaimana Pak ?

JO :

Kita lewat jalan pintas saja, dengan begitu kita akan sampai di puncak lebih cepat. Dengan begitu kita bisa menjebak mereka di Puncak, tak ada jalan keluar disana.

JENIE :

Heh kamu, bagaimana idemu ?.

BAGONG MENYURUH MEREKA BERKUMPUL DAN MENJELASKAN PETA STRATEGI DI TANAH. MEREKA BANGKIT DAN MELANJUTKAN PERJALANAN DENGAN MENGAMBIL JALAN PINTAS.

SISCA :

Aduh, istirahat sebentar ya...

MEREKA ACUH TETAP MELANJUTKAN PERJALANAN. SISCA TERGOPOH – GOPOH MENYUSUL.

FADE OUT.

FADE IN :

# 39 – RUMAH VE – SIANG

IN FRAME : KORAN YANG DIBACA PAK RESTU

IBU BERJALAN BOLAK – BALIK. GELISAH. PAK RESTU MENURUNKAN KORANNYA.

PAK RESTU :

Sudahlah Shin, mereka sudah besar. Apalagi yang harus di khawatirkan. Mereka pasti bisa menjaga diri.

IBU DUDUK DI SAMPING PAK RESTU. MASIH TETAP GELISAH.

IBU :

Bukan soal mereka sudah besar dan bisa menjaga diri. tapi VE ? Kondisi badannya sedang tidak bagus.

PAK RESTU :

Keputusannya naik gunung aku pikir baik buatnya, selama ini dia selalu merasa kondisinya menjadi hambatan utamanya. Menurutku, setelah pulang nanti keadaanya akan lebih baik.

IBU :

Lebih baik bagaimana ? Penyakit VE itu tak ada obatnya dan akan ditanggung seumur hidup. Hanya darah yang bisa menolongnya lain tidak.

PAK RESTU :

Aku tahu, yang kumaksud bukan secara fisik tapi jiwanya, spiritnya itu akan sangat berarti bagi semangat hidupnya.

IBU :

( Mendesis pelan )

Tapi VE sama sekali tak boleh kelelahan.

PAK RESTU :

Sekali – kali biarkan dia bebas tanpa beban dan ketakutan pada kesehatannya.

IBU :

Aku takut, penyebab keputusannya itu karena aku.

PAK RESTU :

Karena keinginan kita untuk menikah ?

IBU MENGANGGUK. PAK RESTU MENDEKATI IBU. MENGGENGGAM TANGANNYA DAN MEMELUK IBU.

PAK RESTU :

Semoga tidak.

IBU :

Aku tak mau kehilangan kamu, juga VE dan DIKO.

PAK RESTU :

Sssshh.....

PAK RESTU MENGUSAP – USAP PUNGGUNG IBU.

FADE OUT.

FADE IN :

# 40- HUTAN RIMBA – DAY

IN FRAME : AIR TERJUN JATUH DI BEBATUAN.

RENDI DAN RITA BERGANDENGAN TANGAN BERJALAN DULUAN. DIKO DUDUK DI DEPAN AIR TERJUN DAN MEMBASUH WAJAH. VE TERTATIH MENURUNI JALAN BERBATU YANG LICIN. ALVIN DI DEPANNYA.

IN FRAME : MONYET MEMPERHATIKAN MEREKA DARI ATAS POHON. SEEKOR YANG TAMPAK LEBIH BESAR DARI YANG LAIN MENUNJUKKAN SERINGAI.

VE BERGIDIK. DIA MENGUSAP – USAP LENGANNYA DAN TERUS BERJALAN.

ALVIN :

( Mengingatkan )

Hati – hati VE. Jangan injak batu ini licin !

ALVIN MENGULURKAN TANGAN TAPI DITEPIS VE. ALVIN KEMBALI BERJALAN. TIBA – TIBA DIA TERJATUH. RENDI DAN RITA YANG MELIHATNYA TERTAWA. VE IKUT TERTAWA. ALVIN TERSIPU MALU.

ALVIN :

( Bangkit )

Untunglah bukan kamu yang jatuh.

VE :

( Mencibir )

Dasar Bego, tetep aja bego.

DIKO TIBA – TIBA BANGKIT. DIA MELIHAT ULAR AIR BERENANG MENUJU ARAH VE DAN ALVIN.

IN FRAME : ULAR AIR BERENANG.

DIKO :

( Mengingatkan – berteriak )

VE, Ular ke arah kalian.

ALVIN DAN VE MEMPERHATIKAN AIR. ULAR ITU TEPAT MENUJU KE ARAH MEREKA. ALVIN MEMASANG KUDA – KUDA. VE MEMUKULKAN KAYU YANG DI PEGANGNYA KE ARAH ULAR. ULAR BERGERAK MENJAUH. ALVIN LUPA KENDALI DIA TERPELESET DAN TERCEBUR SUNGAI. SIALNYA TANGANNYA SEMPAT MENYENGGOL LENGAN VE HINGGA IKUT TERCEBUR.

SEMUA TERTAWA. VE KESAL. DI LEMPARNYA ALVIN DENGAN TONGKAT TAPI ALVIN MENANGKISNYA. DIKO MENDATANGI MEREKA DAN MEMBANTU MEREKA UNTUK KELUAR DARI AIR.

IN FRAME : SESEORANG ( BAYANGAN ) MEMPERHATIKAN MEREKA DARI ATAS AIR TERJUN.

FADE OUT.

FADE IN :

# 41 - PADANG RUMPUT – MALAM

LANGIT CERAH. VE DKK MELETAKKAN BAWAAN MEREKA DAN DUDUK ISTIRAHAT. VE DUDUK BERSILA SEDIKIT TERPISAH. RENDI DAN RITA MEMILIH SUDUT SENDIRI. ALVIN BERDIRI DAN MENGHAMPIRI VE.

ALVIN :

May I ?

VE MEMBUKA LEBAR TANGANNYA.

VE :

Oh sure, have sit down please...

VE :

Langit yang indah ya Vin.

VE MENGHELA NAFAS.

VE :

Ya, Aku seperti bermimpi.

ALVIN :

Itulah kuasa Tuhan. Kita tak akan berdaya tanpa kehendaknya.

VE :

Kata – katamu selalu tak bisa kusangkal, mr. “Jenggot putih”

ALVIN TERTAWA LEBAR.

ALVIN :

Bagai setitik noktah dalam surat kabar atau sebutir kerikil di padang pasir atau ....

VE :

( Melanjutkan dengan cepat )

Sebatang ilalang di padang ilalang.

ALVIN :

Tapi ada sesuatu yang ingin kuceriterakan.

VE MENATAP KE WAJAH ALVIN SEKSAMA.

VE :

( Meminta )

Tell me the story.

Aku berharap ada bintang jatuh tepat di kepalaku.

ALVIN :

Bayangkan, didepanmu saat ini membentang sebuah danau yang maha luas dan dalam. Didalamnya ada kehidupan, ikan, tumbuh – tumbuhan, bebatuan dan segala pelengkapnya. Dan kau berdiri disini, memegang sebuah batu kecil atau apalah itu.

ALVIN MENDADAK TERDIAM.

VE :

Dan ?

ALVIN :

Dan kau melemparkan sesuatu yang kau pegang itu ke Danau yang membentang di depanmu. Apa yang pertama kali terfikir olehmu VE ?

VE BERFIKIR, DIA MENGGIGIT MENANGKUPKAN KEDUA BELAH TANGAN DI DEPAN MULUTNYA.

VE :

Benda itu pasti tenggelam.

ALVIN :

Lantas ?

VE :

Yang pasti ombak, air di permukaan danau itu akan beronak.

ALVIN MENGANGGUK,

ALVIN :

Kamu benar, Permukaan danau itu akan beronak tidak peduli seberapa besar gelombang itu. dan benda yang kau pegang itu ? Bagaimana kelanjutan kisahnya ?

VE :

Benda itu pasti akan tenggelam selamanya dan keadaan di dasar danau tak akan pernah sama.

ALVIN :

Ya, kehidupan telah berubah.

ALVIN MERAIH TANGAN VE DAN MENGGENGGAMNYA.

ALVIN :

VE, , kerikil atau benda itu. itulah kita. sekecil apapun tetap berarti dalam kehidupan. Hidup ini tak sekedar menjalani VE, tapi perjuangan, itulah hakekat kehidupan menurutku.

VE MEMANDANG KE LANGIT.

IN FRAME : BINTANG – BINTANG BERTABURAN, BERSINAR DI LANGIT CERAH.

VE :

Aku harap aku bisa melihat bintang jatuh.

ALVIN :

Aku juga berharap begitu.

VE :

Untuk apa ?

ALVIN :

Agar aku bisa merasakan juga kafan batikmu.

VE BANGKIT DAN MENENDANG ALVIN KERAS – KERAS. LALU BERLARI KE ARAH DIKO.

ALVIN :

Hei,, bukankah bintang jatuh di kepala berarti kematian ?

TERDENGAR SUARA BERTERIAK. ALVIN BERHENTI MENGEJAR. VE BERHENTI BERLARI. MEREKA MEMASANG TELINGA BAIK – BAIK.

VOICE OVER ( V.O )

Tolong.....