Monday 18 June 2007

"Cawan Madu Untuk Istriku"

Aku berharap dia malam ini terlelap dalam tidurnya. Sehingga tak akan terdengar lagi detak – detak jarum jam bergeser tempat atau juga merasakan kehadiranku yang datang terlambat. Memang bukan hanya sekali dua ini aku datang terlambat, tapi berkali – kali, karena bis yang datang juga terlambat dan jika dia datang tepat waktu, bannya pecah, sopirnya mengantuk hingga perlu istirahat atau jika aku berniat naik taksi selalu saja jalanan pasti macet hingga aku merasa buang – buang uang dan tenaga sebab argo tetap berjalan sedangkan aku tak kunjung tiba dirumah.

Aku punya fasilitas kantor yang memang disediakan untukku, sebuah rumah dinas – yang saat ini kutinggali bersama istri dan anakku yang beranjak dewasa, sebuah mobil mewah yang baru saja turun khusus untukku. dan seorang supir pribadi. Tapi istriku lebih memerlukan mobil itu ketimbang aku. dan tentu saja seorang sopir pribadi itu sangat berguna untuknya, mengantarnya kemana dia pergi, menemaninya berbelanja, arisan dan mengurus kegiatan sosialnya – satu hal yang menjemukan harus bergosip bersama ibu – ibu.

Dan aku, aku telah terbiasa menghirup bau ketiak pedagang pasar yang bergelut dengan debu. Aku sangat menikmati teriakan kondektur menawarkan trayek jurusan yang akan dilaluinya dengan pita suaranya yang hampir hilang. Aku juga menikmati suara cempreng pengamen jalanan ditingkah tabung pralon berbalut karet serta untaian koin. Aku menikmati semua itu.

Dan malam ini kuputuskan untuk memberikan secawan madu pada wanita tercantik – 20 tahun lalu, itu dengan kepasrahan bulat – bulat. Aku tahu, mungkin cawan madu itu akan diminumnya tanpa lagi bertanya tapi mungkin juga cawan itu akan dilemparkannya begitu saja ke wajahku hingga aku tak bisa lagi bernafas. Istriku seorang yang lembut hati walaupun terkadang aku merasa kelembutan itulah sebenarnya kekeraskepalaannya.

No comments: